BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Pelaksanaan
sebuah proyek konstruksi sangat berkaitan dengan proses manajemen
didalamnya. Pada tahapan itu, pengelolaan anggaran biaya untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut, perlu dirancang dan disusun sedimikian
rupa berdasarkan sebuah konsep estimasi yang terstruktur sehungga
menghasilkan nilai estimasi rancangan yang tepat dalam arti ekonomis.
Nilai estimasi anggaran yang disusun selanjutnya dikenal dengan istilah Rencana Aanggaran Biaya (RAB) Proyek, yang
mempunyai fungsi dan manfaat lebih lanjut dalam hal mengendalikan
sumberdaya material, tenaga kerja, peralatan dan waktu pelaksanaan
proyek sehingga pelaksanaan kegiatan proyek yang dilakukan akan
mempunyai nilai efisiensi dan efektivitas.
Konsep penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek,
pada pelaksanaannya didasarkan pada sebuah analisa masing-masing
komponen penyusunnya (material, upah dan peralatan) untuk tiap-tiap item
pekerjaan yang terdapat dalam keseluruhan proyek. Hasil analisa
komponen tersebut pada akhirnya akan menghasilkan Harga Satuan Pekerjaan
(HSP) per item yang menjadi dasar dalam menentukan nilai estimasi biaya
pelaksanaan proyek keseluruhan dengan mekonversikannya kedalam total
volume untuk tiap item pekerjaan yang dimaksud.
1.2 Beberapa Pengertian RAB
Secara umum pengertian Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek, adalah
nilai estimasi biaya yang harus disediakan untuk pelaksanaan sebuah
kegiatan proyek. Namun beberapa praktisi mendefinisikannya secara lebih
detail, seperti :
1. Menurut Sugeng Djojowirono, 1984, Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek
merupakan perkiraan biaya yang diperlukan untuk setiap pekerjaan dalam
suatu proyek konstruksi sehingga akan diperoleh biaya total yang
diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek.
2. Menurut
Ir. A. Soedradjat Sastraatmadja, 1984, dalam bukunya ”Analisa Anggaran
Pelaksanaan“, bahwa Rencana Anggaran Biaya (RAB) dibagi menjadi dua,
yaitu rencana anggaran terperinci dan rencana anggaran biaya kasar.
a) Rencana Anggaran Biaya Kasar
Merupakan
rencana anggaran biaya sementara dimana pekerjaan dihitung tiap ukuran
luas. Pengalaman kerja sangat mempengaruhi penafsiran biaya secara
kasar, hasil dari penafsiaran ini apabila dibandingkan dengan rencana
anggaran yang dihitung secara teliti didapat sedikit selisih.
b) Rencana Anggaran Biaya Terperinci
Dilaksanakan
dengan menghitung volume dan harga dari seluruh pekerjaan yang
dilaksanakan agar pekerjaan dapat diselesaikan secara memuaskan. Cara
perhitungan pertama adalah dengan harga satuan, dimana semua harga
satuan dan volume tiap jenis pekerjaan dihitung. Yang kedua adalah
dengan harga seluruhnya, kemudian dikalikan dengan harga serta
dijumlahkan seluruhnya. Secara sistematisnya, dapat dilihat pada Gambar
1.2. dalam menghitung anggaran biaya suatu pekerjaan atau proyek.
3. J. A. Mukomoko, dalam bukunya Dasar Penyusunan Anggaran Biaya Bangunan, 1987 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek adalah
perkiraan nilai uang dari suatu kegiatan (proyek) yang telah
memperhitungkan gambar-gambar bestek serta rencana kerja, daftar upah,
daftar harga bahan, buku analisis, daftar susunan rencana biaya, serta
daftar jumlah tiap jenis pekerjaan.
4. John W. Niron dalam bukunya Pedoman Praktis Anggaran dan Borongan Rencana Anggaran Biaya Bangunan, 1992, Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek mempunyai pengertian sebagai berikut :
a) Rencana : Himpunan planning termasuk detail dan tata cara pelaksanaan pembuatan sebuah bangunan.
b) Angaran : Perhitungan biaya berdasarkan gambar bestek (gambar rencana) pada suatu bangunan.
c) Biaya : Besarnya pengeluaran yang ada hubungannya dengan borongan yang tercantum dalam persyaratan yang ada.
5. Bachtiar Ibrahim dalam bukunya Rencana dan Estimate Real of Cost, 1993, yang dimaksud Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek
adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan
upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan
bangunan atau proyek tersebut.
1.3 Perkembangan RAB Di Indonesia
Bagi praktisi konstruksi di Indonesia, istilah Analisa BOW dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek bukan merupakan hal asing.
Analisa
BOW (Burgerlijke Openbare Werken) yang ditetapkan oleh Dir. BOW pada
tanggal 28 Februari 1921 oleh pemerintahan penjajahan Belanda, merupakan
standar ketetapan umum yang digunakan untuk mengestimasi nilai sebuah
pelaksanaan kontruksi pada waktu itu.
Pada
perkembangannya setelah penjajahan Belanda di Indonesia berakhir,
analisa BOW menjadi salah satu peninggalan yang mempunyai manfaat bagi
para praktisi konstruksi di Indonesia sampai dengan era tahun 1980-an
dalam hal menyusun estimasi nilai Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek.
Namun
demikian seiring dengan perkembangan industri konstruksi di Indonesia,
Analisa BOW yang menggunakan asumsi-asumsi praktis dalam menentukan
harga satuan pekerjaan, di nilai sudah tidak cocok lagi. Jika pada saat
dikenalkannya, metode Analis BOW hanya berorientasi pada kegiatan
industri kontruksi yang bersifat padat karya dengan peralatan
tradisional, maka pada era sekarang disaat pelaksanaan kegiatan industri
konstruksi banyak yang menggunakan peralatan berat dan modern dan
semakin kompleks, maka kepraktisan analisa BOW akan menghasilkan nilai
estimasi Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek yang kurang memuaskan.
Dalam
rangka untuk mengembangkan analisa BOW, maka sejak tahun 1987 sampai
1991, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman melakukan penelitian
terhadap hal itu. Berbagai metode pendekatan melalui pengumpulan data
skunder analisa biaya yang digunakan beberapa kontaktor dikumpulkan
untuk kemudian dianalisa dan dibandingkan kecocokannya dengan pengamatan
langsung terhadap biaya pelaksanaannya. Hasil kegiatan penelitian itu
dituangkan dalam sebuah produk analisa harga satuan biaya kontruksi
dalam Standar Nasional Indonesia pada tahun 1991. Produk SNI itu
kemudian disahkan dalam norma estándar SNI 1991-1992 oleh Badan
Standarisasi Nasional, sebagai metode rujukan terbaru dalam penyusunan
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek.
Sebagai
tindak lanjut dari kegiatan ini maka pada tahun 2002 sampai dengan saat
ini, dilakukan kajian lebih mendalam terhadap Analisa Harga Satuan
Perkiraan (HSP), agar diperoleh kesempurnaan dengan sasaran pemanfaatan
penggunaan metode SNI ini untuk bangunan gedung, perumahan dan jalan.
1.4 Kegunaan RAB
Sebuah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek mempunyai beberapa kegunaan, antara lain:
1. Sebagai
bahan dasar usulan pengajuan proposal agar didapatkannya sejumlah
alihan dana bagi sebuah pelaksanaan proyek dari pemerintah pusat ke
daerah pada instansi-instansi tertentu.
2. Sebagai standar harga patokan sebuah proyek yang dibuat oleh stakes holder dalam bentuk owner estimate (OE)
3. Sebagai bahan pembanding harga bagi stakes holder dalam menilai tingkat kewajaran owner estimate yang dibuatnya dalam bentuk engineering estimate (EE) yang dibuat oleh pihak konsultan.
4. Sebagai rincian item harga penawaran yang dibuat kontraktor dalam menawar pekerjaan proyek.
5. Sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi teknik sebuah investasi proyek sebelum dilaksanakan pembangunannya.
1.5 Komponen Penyusun RAB
Seperti yang telah disinggung pada bagian diatas, maka jila dirumuskan secara umum Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek
merupakan total penjumlahan dari hasil perkalian antara volume suatu
item pekerjaan dengan harga satuannya. Bahasa matematis yang dapat
dituliskan adalah sebagai beriku
RAB = ∑ [(volume) x Harga Satuan Pekerjaan]
Jika
merujuk pada sebuah item pekerjaan, maka pada dasarnya untuk
melaksanakan sebuah item pekerjaan membutuhkan upah, material, peralatan
yang digunakan (sebagai biaya langsung) dan overhead, profit dan tax (sebagai biaya tidak langsung).
Adapun penjelasan secara rinci mengenai komponen-komponen penyusun dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek adalah sebagai berikut :
1. Komponen biaya langsung (Direct Cost)
Biaya langsung atau direct cost merupakan seluruh biaya permanen yang melekat pada hasil akhir konstruksi sebuah proyek. Biaya langsung terdiri dari :
a) Biaya bahan/material
Merupakan
harga bahan atau material yang digunakan untuk proses pelaksanaan
konstruksi, yang sudah memasukan biaya angkutan, biaya loading dan
unloading, biaya pengepakkan, penyimpanan sementara di gudang,
pemeriksaan kualitas dan asuransi
b) Upah Tenaga Kerja
Biaya
yang dibayarkan kepada pekerja/buruh dalam menyelesaikan suatu jenis
pekerjaan sesuai dengan keterampilan dan keahliannya.
c) Biaya Peralatan
Biaya
yang diperlukan untuk kegiatan sewa, pengangkutan, pemasangan alat,
memindahkan, membongkar dan biaya operasi, juga dapat dimasukkan upah
dari operator mesin dan pembantunya.
2. Komponen biaya tidak langsung (Indirect Cost)
Biaya tidak langsung atau indirect cost adalah
biaya yang tidak melekat pada hasil akhir konstruksi sebuah proyek tapi
merupakan nilai yang dipungut karena proses pelaksanaan konstruksi
proyek. Biaya tidak langsung terdiri dari :
a) Overhead umum
Overhead
umum biasanya tidak dapat segera dimasukkan ke suatu jenis pekerjaan
dalam proyek itu, misalnya sewa kantor, peralatan kantor dan alat tulis
menulis, air, listrik, telepon, asuransi, pajak, bunga uang, biaya-biaya notaris, biaya perjalanan dan pembelian berbagai macam barang-barang kecil.
a) Overhead proyek
Overhead
proyek ialah biaya yang dapat dibebankan kepada proyek tetapi tidak
dapat dibebankan kepada biaya bahan-bahan, upah tenaga kerja atau biaya
alat-alat seperti misalnya; asuransi, telepon yang dipasang di proyek,
pembelian tambahan dokumen kontrak pekerjaan, pengukuran (survey),
surat-surat ijin dan lain sebagainya. Jumlah overhead dapat berkisar
antara 12 sampai 30 %.
b) Profit
Merupakan
keuntungan yang didapat oleh pelaksana kegiatan proyek (kontraktor)
sebagai nilai imbal jasa dalam proses pengadaan proyek yang sudah
dikerjakan. Secara umum keuntungan yang yang diset oleh kontraktor dalam
penawarannya berkisar antara 10 % sampai 12 % atau bahkan lebih,
tergantung dari keinginan kontrakor.
c) Pajak
Berbagai macam pajak seperti PPN, PPh dan lainnya atas hasil operasi perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar