A. Pengertian Kolom
Kolom
adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban
dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang
peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu
kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya
(collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total
collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996).
SK
SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan
yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian
tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral
terkecil.
Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya.
Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman dari kerusakan bila besar dan jenis pondasinya sesuai dengan perhitungan. Namun, kondisi tanah pun harus benar-benar sudah mampu menerima beban dari pondasi. Kolom menerima beban dan meneruskannya ke pondasi, karena itu pondasinya juga harus kuat, terutama untuk konstruksi rumah bertingkat, harus diperiksa kedalaman tanah kerasnya agar bila tanah ambles atau terjadi gempa tidak mudah roboh. Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan.
Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya.
Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman dari kerusakan bila besar dan jenis pondasinya sesuai dengan perhitungan. Namun, kondisi tanah pun harus benar-benar sudah mampu menerima beban dari pondasi. Kolom menerima beban dan meneruskannya ke pondasi, karena itu pondasinya juga harus kuat, terutama untuk konstruksi rumah bertingkat, harus diperiksa kedalaman tanah kerasnya agar bila tanah ambles atau terjadi gempa tidak mudah roboh. Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan.
II. Jenis-Jenis Kolom
· Kolom ikat (tie column).
· Kolom spiral (spiral column).
· Kolom komposit (composite column).
Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan Dipohusodo, 1994), ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :
1. Kolom
menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton
yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang
pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah
lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang
agar tetap kokoh pada tempatnya. Bentuk penampang kolom bisa berupa
bujur sangkar atau berupa empat persegi panjang. Kolom dengan bentuk
empat persegi ini merupakan bentuk yang paling banyak digunakan,
mengingat pembuatannya yang lebih mudah, perencanaannya yang relatif
lebih sederhana serta penggunaan tulangan longitudinal yang lebih
efektif (jika ada beban momen lentur) dari type lainnya.
2. Kolom
menggunakan pengikat spiral. Kolom ini mempunyai bentuk yag lebih bagus
dibanding bentuk yang pertama di atas, namun pembuatannya lebih sulit
dan penggunaan tulangan longitudinalnya kurang efektif (jika ada beban
momen lentur) dibandingkan dari type yang pertama di atas. Hanya saja
sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang
dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi
dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap
deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya
kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan
tegangan terwujud.
3. Struktur kolom komposit, merupakan
komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan
gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan
pokok memanjang. Bentuk ini biasanya digunakan, apabila jika hanya
menggunakan kolom bertulang biasa diperoleh ukuran yang sangat besar
karena bebannya yang cukup besar, dan disisi lain diharapkan ukuran
kolom tidak terlalu besar.
Hasil
berbagai eksperimen menunjukkan bahwa kolom berpengikat spiral ternyata
lebih tangguh daripada yang menggunakan tulangan sengkang, seperti yang
terlihat pada diagram di bawah ini.
Untuk kolom pada bangunan sederhana bentuk kolom ada dua jenis yaitu kolom utama dan kolom praktis.
Kolom Utama
Yang dimaksud dengan kolom utama adalah kolom yang fungsi utamanya menyanggah beban utama yang berada diatasnya. Untuk rumah tinggal disarankan jarak kolom utama adalah 3.5 m, agar dimensi balok untuk menompang lantai tidak tidak begitu besar, dan apabila jarak antara kolom dibuat lebih dari 3.5 meter, maka struktur bangunan harus dihitung. Sedangkan dimensi kolom utama untuk
bangunan rumah tinggal lantai 2 biasanya dipakai ukuran 20/20, dengan tulangan pokok 8d12mm, dan begel d 8-10cm ( 8 d 12 maksudnya jumlah besi beton diameter 12mm 8 buah, 8 – 10 cm maksudnya begel diameter 8 dengan jarak 10 cm).
Kolom Praktis
Kolom Praktis adalah kolom yang berpungsi membantu kolom utama dan juga sebagai pengikat dinding agar dinding stabil, jarak kolom maksimum 3,5 meter, atau pada pertemuan pasangan bata, (sudut-sudut). Dimensi kolom praktis 15/15 dengan tulangan beton 4 d 10 begel d 8-20.
Yang dimaksud dengan kolom utama adalah kolom yang fungsi utamanya menyanggah beban utama yang berada diatasnya. Untuk rumah tinggal disarankan jarak kolom utama adalah 3.5 m, agar dimensi balok untuk menompang lantai tidak tidak begitu besar, dan apabila jarak antara kolom dibuat lebih dari 3.5 meter, maka struktur bangunan harus dihitung. Sedangkan dimensi kolom utama untuk
bangunan rumah tinggal lantai 2 biasanya dipakai ukuran 20/20, dengan tulangan pokok 8d12mm, dan begel d 8-10cm ( 8 d 12 maksudnya jumlah besi beton diameter 12mm 8 buah, 8 – 10 cm maksudnya begel diameter 8 dengan jarak 10 cm).
Kolom Praktis
Kolom Praktis adalah kolom yang berpungsi membantu kolom utama dan juga sebagai pengikat dinding agar dinding stabil, jarak kolom maksimum 3,5 meter, atau pada pertemuan pasangan bata, (sudut-sudut). Dimensi kolom praktis 15/15 dengan tulangan beton 4 d 10 begel d 8-20.
Berdasarkan kelangsingannya, kolom dapat dibagi atas :
a) Kolom Pendek, dimana masalah tekuk tidak perlu menjadi perhatian dalam
merencanakan kolom karena pengaruhnya cukup kecil,
b) Kolom Langsing, dimana masalah tekuk perlu diperhitungkan dalam
merencanakankolom.
a) Kolom Pendek, dimana masalah tekuk tidak perlu menjadi perhatian dalam
merencanakan kolom karena pengaruhnya cukup kecil,
b) Kolom Langsing, dimana masalah tekuk perlu diperhitungkan dalam
merencanakankolom.
I. Material Penyusun Fondasi dan Kolom
Ditinjau dari fungsinya, material pembentuk beton adalah semen dan air untuk membentuk
pasta semen sebagai perekat yang bersama dengan agregat halus membentuk mortar yang berfungsi mengikat agregat kasar menjadi satu kesatuan yang kompak.
Agregrat kasar berfungsi sebagai pengisi untuk memberikan kekuatan dan memperkecil
penyusutan, sedangkan mortar akan menutupi seluruh permukaan agregat kasar dimana
setelah mengeras akan menjadi satu kesatuan massa yang kompak dan padat.
pasta semen sebagai perekat yang bersama dengan agregat halus membentuk mortar yang berfungsi mengikat agregat kasar menjadi satu kesatuan yang kompak.
Agregrat kasar berfungsi sebagai pengisi untuk memberikan kekuatan dan memperkecil
penyusutan, sedangkan mortar akan menutupi seluruh permukaan agregat kasar dimana
setelah mengeras akan menjadi satu kesatuan massa yang kompak dan padat.
-Semen
Semen yang digunakan untuk bahan beton adalah semen Portland atau semen Portland pozzolan. Semen portland adalah semen hidrolik yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat – silkat kalsium yang bersifat hidrolis bersama bahan tambahan yang biasa disebut gips. Sedangkan semen Portland pozzolan merupakan campuran merata antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan yang mempunyai sifat pozzolan, yang dibuat dengan cara menggiling klinker semen portland dengan bahan yang mempunyai sifat pozzolan secara bersama – sama. Bahan yang mempunyai sifat pozzolan yaitu bahan yang sebagian besar terdiri dari unsur – unsur silikat atau aluminat yang reaktif dan dalam keadaan halus (lolos ayakan 0,21mm) bereaksi dengan air dan kapur padam pada suhu normal (24 C – 27 C) menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air (Tjokrodimuljo, 1996). Semen Portland yang digunakan dalam pembuatan beton harus memenuhi ketentuan dalam SNI 15-2049-1994. Bahan dasar penyusun semen terdiri dari bahan-bahan yang terutama
mengandung kapur, silika dan oksida besi, maka bahan-bahan itu menjadi unsur-unsur
pokok semennya (Kardiyono Tjokrodimulyoo. 1994).
Semen yang digunakan untuk bahan beton adalah semen Portland atau semen Portland pozzolan. Semen portland adalah semen hidrolik yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat – silkat kalsium yang bersifat hidrolis bersama bahan tambahan yang biasa disebut gips. Sedangkan semen Portland pozzolan merupakan campuran merata antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan yang mempunyai sifat pozzolan, yang dibuat dengan cara menggiling klinker semen portland dengan bahan yang mempunyai sifat pozzolan secara bersama – sama. Bahan yang mempunyai sifat pozzolan yaitu bahan yang sebagian besar terdiri dari unsur – unsur silikat atau aluminat yang reaktif dan dalam keadaan halus (lolos ayakan 0,21mm) bereaksi dengan air dan kapur padam pada suhu normal (24 C – 27 C) menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air (Tjokrodimuljo, 1996). Semen Portland yang digunakan dalam pembuatan beton harus memenuhi ketentuan dalam SNI 15-2049-1994. Bahan dasar penyusun semen terdiri dari bahan-bahan yang terutama
mengandung kapur, silika dan oksida besi, maka bahan-bahan itu menjadi unsur-unsur
pokok semennya (Kardiyono Tjokrodimulyoo. 1994).
Dalam pedoman beto 1989 disyaratkan bahwa semen portland untuk pembuatan beton
harus merupakan jenis-jenis yang memenuhi syarat-syarat SII
0013-81”Mutu dan uji semen” yang klasifikasinya tertera pada tabel
dibawah ini.
-Jenis-jenis Semen Portland
Jenis Semen Karateristik Umum
Jenis I Semen portland yang digunakan untuk tujuan umum.
Jenis II Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
Jenis III Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan
awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi.
Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut panas
hidrasi yang rendah
Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut
ketahanan yang kuat terhadap sulfat.
Jenis Semen Karateristik Umum
Jenis I Semen portland yang digunakan untuk tujuan umum.
Jenis II Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
Jenis III Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan
awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi.
Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut panas
hidrasi yang rendah
Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut
ketahanan yang kuat terhadap sulfat.
-Agregat
Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Walaupun hanya sebagai bahan pengisi tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar/betonnya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar/beton(Tjokrodimuljo, 1996). Menurut Dipohusodo (1999), umumnya penggunaan bahan agregat dalam adukan beton mencapai jumlah ± 70% - 75% dari seluruh volume massa padat beton. Oleh karena itu sifat dan mutu agregat yang digunakan sangat berpengaruh terhadap sifat dan mutu beton yang dihasilkan. Sifat yang penting dari agregat adalah kepadatan dan kekerasan massa agregat yang dapat diukur dari kekuatan hancur dan kekuatan terhadap benturan karena dapat berpengaruh terhadap ikatan dengan semen, porositas, karakteristik terhadap penyerapan air yang dipengaruhi oleh perubahan cuaca, ketahanan terhadap zat kimia dan ketahanan terhadap penyusutan. Pada prinsipnya agregat yang
baik harus keras, kuat, dan ulet serta kekuatannya harus melebihi kekuatan pasta semen
yang telah mengeras.
-Batu
Batu memiliki ukuran butiran lebih dari 40 mm dan tidak digunakan sebagai bahan penyusun beton. Batu harus dipecah terlebih dahulu menjadi ukuran yang lebih kecil sebelum digunakan sebagai bahan penyusun beton.
- Kerikil (Agregat Kasar)
Agregat kasar dalam beton dapat berupa kerikil sebagai hasil disintegrasi alam dari batuan ataupun batuan pecah yang diperoleh dari hasil pemecahan batu yang memiliki ukuran butiran antara 5 – 40 mm. Dari segi kekuatan, beton dengan proporsi campuran yang sama tetapi
menggunakan agregat kasar dengan tekstur yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula, agregat dengan permukaan bersudut akan menghasilkan kekuatan beton yang lebih besar dibandingkan agregat dengan tekstur/permukaan yang bundar dan licin. Hal tersebut dikarenakan bentuk tekstur permukaan agregat yang kasar akan menghasilkan beton dengan friksi geseran yang lebih besar, serta menambah kekuatan ikatan antara agregat dengan pasta semen.
- Pasir
Agregat halus dalam beton adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu yang memiliki ukuran butiran antara 0,15 – 5mm. Pasir dapat diperoleh dari dalam tanah, pada dasar sungai, atau dari tepi laut. Oleh karena itu pasir dapat digolongkan menjadi 3 macam yaitu :
1. Pasir galian, merupakan pasir yang tajam, bersudut, berpori, dan bebas dari kandungan garam, tetapi biasanya harus dibersihkan dari kotoran tanah.
2. Pasir sungai, merupakan pasir yang berbutir halus dan bulat karena gesekan.
3. Pasir laut, merupakan pasir yang berbutir halus dan bulat karena gesekan serta
banyak mengandung garam – garaman (Tjokrodimuljo,1996).
Agregat halus berperan penting sebagai pembentuk beton dalam pengendalian workability, kekuatan, dan keawetan beton. Oleh karena itu pemakaian pasir sebagai pembentuk beton harus dilakukan secara selektif. Hal ini dikarenakan pasir sering mengandung mineral – mineral reaktif dan kotoran – kotoran organik.
- Air
Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan menghasilkan pasta untuk mengikat butiran-butiran agregat menjadi suatu benda yang utuh, homogen, rapat serta mempunyai kekerasan dan kekuatan bila sudah kering. Selain itu menjadi bahan pelumas antara butirbutir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya 25 % berat semen, namun dalam kenyaataannya nilai faktor air semen yang dapat dipakai harus melebihi 0,35. Kelebihan ini dipakai sebagai pelumas. Namun kelebihan ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan beton akan menurun serta akan terjadi penyusutan yang besar, selain itu air yang berlebih bersama-sama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang (bleeding) yang kemudian menjadi buih dan membentuk satu lapisan tipis yang dikenal dengan laitance (selaput tipis). Selaput tipis ini akan mengurangi lekatan antar lapisan beton dan merupakan bidang sambung yang lemah. Bila jumlah air yang digunakan terlalu sedikit akan mempengaruhi kesempurnaan reaksi hidrasi dan proses pengerjaan (workability) yang sulit dalam pengadukan.
Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Walaupun hanya sebagai bahan pengisi tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar/betonnya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar/beton(Tjokrodimuljo, 1996). Menurut Dipohusodo (1999), umumnya penggunaan bahan agregat dalam adukan beton mencapai jumlah ± 70% - 75% dari seluruh volume massa padat beton. Oleh karena itu sifat dan mutu agregat yang digunakan sangat berpengaruh terhadap sifat dan mutu beton yang dihasilkan. Sifat yang penting dari agregat adalah kepadatan dan kekerasan massa agregat yang dapat diukur dari kekuatan hancur dan kekuatan terhadap benturan karena dapat berpengaruh terhadap ikatan dengan semen, porositas, karakteristik terhadap penyerapan air yang dipengaruhi oleh perubahan cuaca, ketahanan terhadap zat kimia dan ketahanan terhadap penyusutan. Pada prinsipnya agregat yang
baik harus keras, kuat, dan ulet serta kekuatannya harus melebihi kekuatan pasta semen
yang telah mengeras.
-Batu
Batu memiliki ukuran butiran lebih dari 40 mm dan tidak digunakan sebagai bahan penyusun beton. Batu harus dipecah terlebih dahulu menjadi ukuran yang lebih kecil sebelum digunakan sebagai bahan penyusun beton.
- Kerikil (Agregat Kasar)
Agregat kasar dalam beton dapat berupa kerikil sebagai hasil disintegrasi alam dari batuan ataupun batuan pecah yang diperoleh dari hasil pemecahan batu yang memiliki ukuran butiran antara 5 – 40 mm. Dari segi kekuatan, beton dengan proporsi campuran yang sama tetapi
menggunakan agregat kasar dengan tekstur yang berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula, agregat dengan permukaan bersudut akan menghasilkan kekuatan beton yang lebih besar dibandingkan agregat dengan tekstur/permukaan yang bundar dan licin. Hal tersebut dikarenakan bentuk tekstur permukaan agregat yang kasar akan menghasilkan beton dengan friksi geseran yang lebih besar, serta menambah kekuatan ikatan antara agregat dengan pasta semen.
- Pasir
Agregat halus dalam beton adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu yang memiliki ukuran butiran antara 0,15 – 5mm. Pasir dapat diperoleh dari dalam tanah, pada dasar sungai, atau dari tepi laut. Oleh karena itu pasir dapat digolongkan menjadi 3 macam yaitu :
1. Pasir galian, merupakan pasir yang tajam, bersudut, berpori, dan bebas dari kandungan garam, tetapi biasanya harus dibersihkan dari kotoran tanah.
2. Pasir sungai, merupakan pasir yang berbutir halus dan bulat karena gesekan.
3. Pasir laut, merupakan pasir yang berbutir halus dan bulat karena gesekan serta
banyak mengandung garam – garaman (Tjokrodimuljo,1996).
Agregat halus berperan penting sebagai pembentuk beton dalam pengendalian workability, kekuatan, dan keawetan beton. Oleh karena itu pemakaian pasir sebagai pembentuk beton harus dilakukan secara selektif. Hal ini dikarenakan pasir sering mengandung mineral – mineral reaktif dan kotoran – kotoran organik.
- Air
Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan menghasilkan pasta untuk mengikat butiran-butiran agregat menjadi suatu benda yang utuh, homogen, rapat serta mempunyai kekerasan dan kekuatan bila sudah kering. Selain itu menjadi bahan pelumas antara butirbutir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya 25 % berat semen, namun dalam kenyaataannya nilai faktor air semen yang dapat dipakai harus melebihi 0,35. Kelebihan ini dipakai sebagai pelumas. Namun kelebihan ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan beton akan menurun serta akan terjadi penyusutan yang besar, selain itu air yang berlebih bersama-sama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang (bleeding) yang kemudian menjadi buih dan membentuk satu lapisan tipis yang dikenal dengan laitance (selaput tipis). Selaput tipis ini akan mengurangi lekatan antar lapisan beton dan merupakan bidang sambung yang lemah. Bila jumlah air yang digunakan terlalu sedikit akan mempengaruhi kesempurnaan reaksi hidrasi dan proses pengerjaan (workability) yang sulit dalam pengadukan.
Air yang akan digunakan untuk campuran beton hendaknya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Tjokrodimuljo,1996).
a. Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gr/ltr.
b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton lebih dari 15 gr/ltr.
c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/ltr.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/ltr.
-Tulangan Baja
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak (Dipohusodo, 1999). Beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu system struktur dengan dibantu perkuatan tulangan baja, Tulangan baja akan menahan gaya tarik yang timbul. Bahan baja yang digunakan memiliki sifat teknis menguntungkan, dan baja tulangan dapat berupa batang baja lonjoran ataupun kawat rangkai las (wire mesh), yang berupa batang kawat baja yang dirangkai (dianyam) dengan teknik pengelasan. Bahan terakhir tersebut terutama dipakai untuk pelat dan cangkang tipis atau struktur lain yang tidak mempunyai tempat cukup bebas untuk pemasangan tulangan, jarak spasi, selimut beton sesuai dengan persyaratan pada umumnya. Bahan rangka baja dengan pengelasan yang dimaksud, diperoleh dari hasil penarikan baja pada suhu rendah dan dibentuk dengan pola ortogonal, bujur sangkar, atau persegi panjang dengan dilas pada semua titik pertemuannya.
Tulangan penguat dapat terdiri dari batang tulangan, bahan yang terbuat dari anyaman kawat yang dilas, atau tali kawat (Dipohusodo, 1999). Batang tulangan untuk konstruksi biasa, digunakan yang mempunyai tonjolan (tulangan yang berprofil).
Tonjolan tersebut mempunyai fungsi untuk mencegah pergeseran dari tulangan relative terhadap beton sekelilingnya. Tulangan baja ini disebut tipe deform. Percobaan serta pengujian untuk melakukan pendekatan dan penelitian yang berhubungan dengan sifat ekonomis penulangan beton telah banyak dilakukan di beberapa negara, diantaranya adalah percobaan penulangan dengan ferro cement yang menggunakan bahan kayu, bambu, atau bahan lain untuk penulangan beton. Selain itu dapat pula berupa beton dengan perkuatan fiber (serat) yang menggunakan serat-serat baja sebagai bahan perkuat atau serat dan serbuk bahan lain untuk memperbaiki mutu
bahan betonnya sendiri, misalnya dengan menggunakan abu terbang (fly ash).
Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang ialah tegangan luluh (fy) dan modulus elastisitas (Es) (Dipohusodo, 1999). Tegangan luluh (titik luluh) baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar sesuai dengan SII 0136-84. Tegangan leleh baja adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan peningkatan regangannya. Pada perencanan atau analisis beton bertulang pada umumnya, nilai tegangan luluh baja tulangan diketahui atau ditentukan pada awal perhitungan.
a. Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gr/ltr.
b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton lebih dari 15 gr/ltr.
c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/ltr.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/ltr.
-Tulangan Baja
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak (Dipohusodo, 1999). Beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu system struktur dengan dibantu perkuatan tulangan baja, Tulangan baja akan menahan gaya tarik yang timbul. Bahan baja yang digunakan memiliki sifat teknis menguntungkan, dan baja tulangan dapat berupa batang baja lonjoran ataupun kawat rangkai las (wire mesh), yang berupa batang kawat baja yang dirangkai (dianyam) dengan teknik pengelasan. Bahan terakhir tersebut terutama dipakai untuk pelat dan cangkang tipis atau struktur lain yang tidak mempunyai tempat cukup bebas untuk pemasangan tulangan, jarak spasi, selimut beton sesuai dengan persyaratan pada umumnya. Bahan rangka baja dengan pengelasan yang dimaksud, diperoleh dari hasil penarikan baja pada suhu rendah dan dibentuk dengan pola ortogonal, bujur sangkar, atau persegi panjang dengan dilas pada semua titik pertemuannya.
Tulangan penguat dapat terdiri dari batang tulangan, bahan yang terbuat dari anyaman kawat yang dilas, atau tali kawat (Dipohusodo, 1999). Batang tulangan untuk konstruksi biasa, digunakan yang mempunyai tonjolan (tulangan yang berprofil).
Tonjolan tersebut mempunyai fungsi untuk mencegah pergeseran dari tulangan relative terhadap beton sekelilingnya. Tulangan baja ini disebut tipe deform. Percobaan serta pengujian untuk melakukan pendekatan dan penelitian yang berhubungan dengan sifat ekonomis penulangan beton telah banyak dilakukan di beberapa negara, diantaranya adalah percobaan penulangan dengan ferro cement yang menggunakan bahan kayu, bambu, atau bahan lain untuk penulangan beton. Selain itu dapat pula berupa beton dengan perkuatan fiber (serat) yang menggunakan serat-serat baja sebagai bahan perkuat atau serat dan serbuk bahan lain untuk memperbaiki mutu
bahan betonnya sendiri, misalnya dengan menggunakan abu terbang (fly ash).
Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang ialah tegangan luluh (fy) dan modulus elastisitas (Es) (Dipohusodo, 1999). Tegangan luluh (titik luluh) baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar sesuai dengan SII 0136-84. Tegangan leleh baja adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan peningkatan regangannya. Pada perencanan atau analisis beton bertulang pada umumnya, nilai tegangan luluh baja tulangan diketahui atau ditentukan pada awal perhitungan.
Letak
kolom dalam konstruksi. Kolom portal harus dibuat terus menerus dari
lantai bawah sampai lantai atas, artinya letak kolom-kolom portal tidak
boleh digeser pada tiap lantai, karena hal ini akan menghilangkan sifat
kekakuan dari struktur rangka portalnya. Jadi harus dihindarkan denah
kolom portal yang tidak sama untuk tiap-tiap lapis lantai. Ukuran kolom
makin ke atas boleh makin kecil, sesuai dengan beban bangunan yang
didukungnya makin ke atas juga makin kecil. Perubahan dimensi kolom
harus dilakukan pada lapis lantai, agar pada suatu lajur kolom mempunyai
kekakuan yang sama. Prinsip penerusan gaya pada kolom pondasi adalah
balok portal merangkai kolom-kolom menjadi satu kesatuan. Balok menerima
seluruh beban dari plat lantai dan meneruskan ke kolom-kolom pendukung.
Hubungan balok dan kolom adalah jepit-jepit, yaitu suatu sistem
dukungan yang dapat menahan momen, gaya vertikal dan gaya horisontal.
Untuk menambah kekakuan balok, di bagian pangkal pada pertemuan dengan
kolom, boleh ditambah tebalnya.
II. Dasar- dasar Perhitungan
Menurut SNI-03-2847-2002 ada empat ketentuen terkait perhitungan kolom:
1. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.
2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya beban tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau dalam harus diperhitungkan. Demilkian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan.
3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujung-ujung tersebut menyatu (monolit) dengan komponen struktur lainnya.
4. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relative kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekekangan pada ujung kolom.
1. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.
2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya beban tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau dalam harus diperhitungkan. Demilkian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan.
3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujung-ujung tersebut menyatu (monolit) dengan komponen struktur lainnya.
4. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relative kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekekangan pada ujung kolom.
Adapun dasar-dasar perhitungannya sebagai berikut:
· Kuat perlu
· Kuat rancang
No. Kondisi Faktor reduksi (ø)
1. Lentur tanpa beban aksial 0.8
2. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur 0.8
3. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
a. Tulangan spiral maupun sengkang ikat
b. Sengkang biasa: 0.7, 0.65
1. Lentur tanpa beban aksial 0.8
2. Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur 0.8
3. Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
a. Tulangan spiral maupun sengkang ikat
b. Sengkang biasa: 0.7, 0.65
Asumsi Perencanaan
III. Fungsi Kolom
Fungsi
kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila
diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan
sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan
berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan
barang-barang), serta beban hembusan angin.
Kolom berfungsi sangat penting, agar
bangunan tidak mudah roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap.
Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh
beban yang diterima kolom didistribusikan ke permukaan tanah di
bawahnya.
Struktur
dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan
antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material
yang tahan tarikan, sedangkan
beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini
dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain
seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada
bangunan .
IV. Cara Membuat Kolom Beton
Cara membuat kolom beton bertulang pada gedung tidak semudah ketika membangun rumah tinggal 1 lantai, perlu ketelitian dan ketepatan penggunaan metode kerja
terbaik agar dapat menghasilkan kualitas kolom beton terbagus dan
termurah. Pembuatan kolom praktis pada pembangunan rumah tinggal
prosesnya cukup sederhana dan cepat, yaitu membeli besi rangkaian kolom
praktis di toko bangunan lalu memasangnya dengan beskisting dinding batu
bata secara langsung ditambah papan kayu maka
pengecoran kolom praktis sudah bisa dimulai hingga selesai. Sedangkan
pada pembangunan kolom beton gedung bertingkat tinggi prosesnya agak
panjang, yaitu kurang lebih sebagai berikut:
1. Pada tahap perencanaan kita buat gambar desain bangunan untuk menggambarkan bentuk konstruksinya dan menentukan letak kolom struktur.
2. Selanjutnya
melakukan perhitungan struktur bangunan untuk mendapatkan dimensi kolom
dan bahan bangunan yang kuat untuk digunakan namun tetap ekonomis.
3. Melakukan
pekerjaan pengukuran untuk menentukan posisi kolom bangunan, ini harus
pas sesuai dengan gambar rencana. apalagi pada gedung bertingkat tinggi
yang angka toleransi kesalahan hanya beriksar 1 cm, jika salah dalam
mengukur maka ada resiko keruntuhan gedung.
4. Menghitung kebutuhan besi tulangan dan bentuk potongan besi yang perlu dipersiapkan. ini sering disebut sebagai bestek besi.
5. Merangkai potongan besi sesuai dengan bentuk kolom yang telah direncanakan.
6. Memasang rangkaian besi tulangan pada lokasi kolom yang akan dibuat.
7. Membuat
bekisting / cetakan. bisa terbuat dari kayu, plat alumunium atau media
lain yang mampu menahan saat proses pekerjaan pengecoran beton.
8. Memasang bekisting sehingga membungkus besi tulangan.
9. Melakukan pengecekan posisi bekisting apakah sudah sesuai dengan ukuran rencana, dan apakah sudah benar-benar tegak.
10. Menghitung kebutuhan beton yang dibutuhkan.
11. Membuat
adukan beton atau memesan beton precast dengan kualitas sesuai hasil
perhitungan semula. misalnya mau menggunakan mutu beton K-250, K-300,
K-400 dan seterusnya.
12. Melakukan
pekerjaan pengecoran kolom, penentuan tinggi cor bisa dilakukan dengan
berpedoman pada ukuran bekisting atau mengukur sisa cor dari ujung atas
bekisting.
Pada setiap rangkaian pelaksanaan pekerjaan tersebut membutuhkan pengecekan bersama entah itu dengan konsultan perencana, kontraktor,
konsultan pengawas maupun pemilik gedung secara langsung. hal ini
dimaksudkan untuk meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi dalam
perencanaan maupun pelaksanaan.
V. Mendesain Kolom Beton Bertulang
A. Analisa
1.
Jenis taraf penjepitan kolom. Jika menggunakan tumpuan jepit, harus
dipastikan pondasinya cukup kuat untuk menahan momen lentur dan menjaga
agar tidak terjadi rotasi di ujung bawah kolom.
2. Reduksi Momen Inersia, Untuk pengaruh retak kolom, momen inersia penampang kolom direduksi menjadi 0.7Ig (Ig = momen inersia bersih penampang)
2. Reduksi Momen Inersia, Untuk pengaruh retak kolom, momen inersia penampang kolom direduksi menjadi 0.7Ig (Ig = momen inersia bersih penampang)
B. Beban Desain (Design Loads)
Yang perlu diperhatikan dalam beban yang digunakan untuk desain kolom beton adalah:
1. Kombinasi Pembebanan.
Seperti yang berlaku di SNI Beton, Baja, maupun Kayu.
Seperti yang berlaku di SNI Beton, Baja, maupun Kayu.
2. Reduksi Beban Hidup Kumulatif.
Khusus untuk kolom (dan juga dinding yang memikul beban aksial), beban hidup boleh direduksi dengan menggunakan faktor reduksi beban hidup kumulatif. Rujukannya adalah Peraturan Pembebanan Indonesia (PBI) untuk Gedung 1983
Tabelnya adalah sebagai berikut:
Khusus untuk kolom (dan juga dinding yang memikul beban aksial), beban hidup boleh direduksi dengan menggunakan faktor reduksi beban hidup kumulatif. Rujukannya adalah Peraturan Pembebanan Indonesia (PBI) untuk Gedung 1983
Tabelnya adalah sebagai berikut:
Jumlah lantai yang dipikul
|
Koefisien reduksi
|
1
|
1.0
|
2
|
1.0
|
3
|
0.9
|
4
|
0.8
|
5
|
0.7
|
6
|
0.6
|
7
|
0.5
|
8 atau lebih
|
0.4
|
Contoh cara penggunaan:
Misalnya ada sebuah kolom yang memikul 5 lantai. Masing-masing lantai memberikan reaksi beban hidup pada kolom sebesar 60 kN. Maka beban hidup yang digunakan untuk desain kolom pada masing-masing lantai adalah:
Misalnya ada sebuah kolom yang memikul 5 lantai. Masing-masing lantai memberikan reaksi beban hidup pada kolom sebesar 60 kN. Maka beban hidup yang digunakan untuk desain kolom pada masing-masing lantai adalah:
- Lantai 5 : 1.0 x 60 = 60 kN
- Lantai 4 : 1.0 x (2×60) = 120 kN
- Lantai 3 : 0.9 x (3×60) = 162 kN
- Lantai 2 : 0.8 x (4×60) = 192 kN
- Lantai 1 : 0.7 x (5×60) = 210 kN
- Lantai 4 : 1.0 x (2×60) = 120 kN
- Lantai 3 : 0.9 x (3×60) = 162 kN
- Lantai 2 : 0.8 x (4×60) = 192 kN
- Lantai 1 : 0.7 x (5×60) = 210 kN
Jadi, lantai paling bawah cukup didesain terhadap beban hidup 210 kN saja, tidak perlu sebesar 5×60 = 300 kN.
Dasar dari pengambilkan reduksi ini adalah bahwa kecil kemungkinan suatu kolom dibebani penuh oleh beban hidup di setiap lantai. Pada contoh di atas, bisa dikatakan bahwa kecil kemungkinan kolom tersebut menerima beban hidup 60 kN pada setiap lantai pada waktu yang bersamaan. Sehingga beban kumulatif tersebut boleh direduksi.
Dasar dari pengambilkan reduksi ini adalah bahwa kecil kemungkinan suatu kolom dibebani penuh oleh beban hidup di setiap lantai. Pada contoh di atas, bisa dikatakan bahwa kecil kemungkinan kolom tersebut menerima beban hidup 60 kN pada setiap lantai pada waktu yang bersamaan. Sehingga beban kumulatif tersebut boleh direduksi.
Catatan: Beban ini masih tetap harus dikalikan faktor beban di kombinasi pembebanan, misalnya 1.2D + 1.6L.
C. Detailing Kolom Beton
Untuk detailing, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Ukuran penampang kolom.
Untuk kolom yang memikul gempa, ukuran kolom yang terkecil tidak boleh kurang dari 300 mm. Perbandingan dimensi kolom yang terkecil terhadap arah tegak lurusnya tidak boleh kurang dari 0.4. Misalnya kolom persegi dengan ukuran terkecil 300mm, maka ukuran arah tegak lurusnya harus tidak lebih dari 300/0.4 = 750 mm.
Untuk kolom yang memikul gempa, ukuran kolom yang terkecil tidak boleh kurang dari 300 mm. Perbandingan dimensi kolom yang terkecil terhadap arah tegak lurusnya tidak boleh kurang dari 0.4. Misalnya kolom persegi dengan ukuran terkecil 300mm, maka ukuran arah tegak lurusnya harus tidak lebih dari 300/0.4 = 750 mm.
2.
Rasio tulangan, tidak boleh kurang dari 0.01 (1%) dan tidak boleh lebih
dari 0.08 (8%). Sementara untuk kolom pemikul gempa, rasio maksiumumnya
adalah 6%. Kadang di dalam prakteknya, tulangan terpasang kurang dari
minimum, misalnya 4D13 untuk kolom ukuran 250×250 (rasio 0.85%). Asalkan
beban maksimumnya berada jauh di bawah kapasitas penampang sih, oke-oke
saja. Tapi kalau memang itu kondisinya, mengubah ukuran kolom menjadi
200×200 dengan 4D13 (r = 1.33%) kami rasa lebih ekonomis. Yang penting
semua persyaratan kekuatan dan kenyamanan masih terpenuhi.
3.
Tebal selimut beton, adalah 40 mm. Toleransi 10 mm untuk d sama dengan
200 mm atau lebih kecil, dan toleransi 12 mm untuk d lebih besar dari
200 mm. d adalah jarak antara serat terluar beton yang mengalami tekan
terhadap titik pusat tulangan yang mengalami tarik. Misalnya kolom
ukuran 300 x 300 mm, tebal selimut (ke titik berat tulangan utama)
adalah 50 mm, maka d = 300-50 = 250 mm.
Catatan:
Catatan:
Toleransi
10 mm artinya selimut beton boleh berkurang sejauh 10 atau 12 mm akibat
pergeseran tulangan sewaktu pemasangan besi tulangan. Tetapi toleransi
tersebut tidak boleh sengaja dilakukan, misanya dengan memasang “tahu
beton” untuk selimut setebal 30 mm.
Adukan
plesteran dan finishing tidak termasuk selimut beton, karena adukan dan
finishing tersebut sewaktu-waktu dapat dengan mudah keropos baik
disengaja atau tidak disengaja..
4.
Pipa, saluran, atau selubung yang tidak berbahaya bagi beton (tidak
reaktif) boleh ditanam di dalam kolom, asalkan luasnya tidak lebih dari
4% luas bersih penampang kolom, dan pipa/saluran/selubung tersebut harus
ditanam di dalam inti beton (di dalam sengkang/ties/begel), bukan di
selimut beton. Pipa aluminium tidak boleh ditanam, kecuali diberi
lapisan pelindung. Aluminium dapat bereaksi dengan beton dan besi
tulangan.
5. Spasi (jarak bersih) antar tulangan sepanjang sisi sengkang tidak boleh lebih dari 150 mm.
6.
Sengkang/ties/begel adalah elemen penting pada kolom terutama pada
daerah pertemuan balok-kolom dalam menahan beban gempa. Pemasangan
sengkang harus benar-benar sesuai dengan yang disyaratkan oleh SNI.
Selain
menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan/megikat
tulangan utama dan inti beton tidak “berhamburan” sewaktu menerima gaya
aksial yang sangat besar ketika gempa terjadi, sehingga kolom dapat
mengembangkan tahanannya hingga batas maksimal (misalnya tulangan mulai
leleh atau beton mencapai tegangan 0.85fc’)
7.
Transfer beban aksial pada struktur lantai yang mutunya berbeda.Pada
high-rise building, kadang kita mendesain kolom dan pelat lantai dengan
mutu beton yang berbeda. Misalnya pelat lantai menggunakan fc’25 MPa,
dan kolom fc’40 MPa. Pada saat pelaksanaan (pengecoran lantai), bagian
kolom yang berpotongan (intersection) dengan lantai tentu akan dicor
sesuai mutu beton pelat lantai (25 MPa). Daerah intersection ini harus
dicek terhadap beban aksial di atasnya. Tidak jarang di daerah ini
diperlukan tambahan tulangan untuk mengakomodiasi kekuatan akibat mutu
beton yang berbeda.
D. Gaya Dalam
Gaya
dalam yang diambil untuk desain harus sesuai dengan pengelompokan kolom
apakah termasuk kolom bergoyang atau tak bergoyang, apakah termasuk
kolom pendek atau kolom langsing.
Perbesaran momen (orde kesatu), dan analisis P-Delta (orde kedua) juga harus dipertimbangkan untuk menentukan gaya dalam.
Perbesaran momen (orde kesatu), dan analisis P-Delta (orde kedua) juga harus dipertimbangkan untuk menentukan gaya dalam.
Daftar Pustaka
· http://www.fatchamiyusrina.blogspot.com http://normanray.files.wordpress.com/2010/04/5-kolom-3.pdf
· http://riski07.blogspot.com/2012/12/cara-menentukan-ukuran-kolom.htmlhttp://fatchamiyusrina.blogspot.co.id/2014/02/makalah-kolom-beton-bertulang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar